Bojonegoro, Infokitanews.id – Di tengah geliat pembangunan infrastruktur digital, sebuah ironi justru menyeruak dari Desa Purwoasri, Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro. Menara Base Transceiver Station (BTS) milik PT Daya Mitra Telekomunikasi tampak berdiri tegak, meski syarat dasar perizinannya belum terpenuhi.
Terpantau pada Kamis, (19/6/2025) menunjukkan aktivitas pembangunan masih berlangsung. Sejumlah pekerja tampak sibuk di lokasi. Namun, di balik geliat itu, tersimpan tanda tanya besar, yakni kemana peran pengawas regulasi yang seharusnya dilakukan oleh para pejabat Birokrasi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ?
Proses pembangunan ini dilakukan tanpa mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dua dokumen krusial dalam pembangunan gedung maupun fasilitas penunjang lainnya. Fakta ini pun terkonfirmasi langsung oleh sejumlah pejabat teknis.
“Kalau untuk Daya Mitra, belum ada PBG-nya. Sepertinya masih dalam proses. Iya, betul, PBG-nya belum ada,” ungkap Sekretaris Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bojonegoro, Joko Tri Cahyono, melalui pesan WhatsApp.
Pernyataan serupa datang dari Kepala Bidang Pengawasan DPMPTSP, Rudy Eko Prasetiyo. Ia mengakui izin tersebut memang belum terbit.
“Kalau PT Daya, izinnya memang belum terbit. Saya belum tahu detailnya, tapi akan saya carikan informasinya,” ujarnya.
Seolah ingin melengkapi potret lemahnya kontrol administratif dalam tatanan birokrasi di Kabupaten Bojonegoro, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum Bojonegoro, Taufik, menambahkan bahwa permohonan izin dari PT Daya Mitra baru masuk pada Maret 2025. Bahkan, ia mengonfirmasi bahwa lokasi pembangunan berada di kawasan permukiman.
“Memang lahannya sebelumnya area persawahan, tapi sekarang sudah jadi permukiman,” jelasnya.
Semntara dari Kecamatan setempat pun, dalam hal ini Camat Sukosewu, Andrianto, mengaku hanya menerbitkan surat pengantar kesesuaian lahan, tanpa kewenangan dalam aspek teknis bangunan. Namun ketika ditanya soal kelanjutan pembangunan yang tetap berlangsung, ia memilih nada hati-hati.
“Kemarin kami tanyakan ke DPMPTSP, izinnya memang masih dalam proses. Terkait apakah pembangunan bisa berjalan sebelum izin terbit, nanti akan saya konsultasikan ke Satpol PP,” katanya, tanpa menyebut adanya tindak lanjut atau pengawasan langsung di lapangan.
Sejumlah pernyataan dari para pejabat tersebut menunjukkan bahwa pembangunan BTS ini berjalan di antara celah regulasi dan lemahnya fungsi pengawasan. Tak satu pun pihak secara eksplisit menyatakan telah melakukan penghentian aktivitas atau memberikan teguran. Semua sepakat bahwa izin belum terbit, tapi aktivitas pembangunan seakan tak terpengaruh.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan administratif. Ketika aturan tak ditegakkan dan pelanggaran dibiarkan berlarut, maka kredibilitas tata kelola pemerintahan daerah pun dipertaruhkan. Pertanyaan besarnya, apakah pembangunan infrastruktur penting harus dilakukan dengan menabrak aturan.
Reporter : Tim